Skip to main content

Lu Mau Nyontek? Yakin?

Ciyeee yang lagi ngejalanin UN :D

Entah kenapa, setelah mengetahui kalau hari ini UN mulai dilaksanakan, aku mendadak senang. Jahat banget aku.

Nah, untuk nge-refresh pikiran yang dari akhir tahun disumpali berbagai pengetahuan dari sekolah, yuk, baca ceritaku dulu, yang berdasarkan dari kisah nyata ini.

UN 2015, karena aku ambil jurusan IPA, hari pertama itu ada kimianya. Aku inget banget. Coba, deh, aku cek dulu di gugel.

Taraaahh... Benar atau benar?

Disitu tertulis tanggal 13 April, dan yeah, memang tanggal itu sih aku UN... Kira-kira satu bulan sebelumnya, teman-teman SMP-ku tiba-tiba membuat group chat yang membuat aku heran. Aku termasuk murid yang itu, yang nggak pernah ngerespon di grup... *ya, sori deh ya* Tapi aku tetap mengikuti apa yang sedang diperbincangkan di grup. Dan ternyata, tujuan dibentuk grup adalah untuk mengajak teman-teman lama berkumpul di gedung SMP, dan memohon doa dari para guru di SMP, supaya UN-nya dapat berjalan lancar. Sopan banget kan? Aku mah, mikir guru SMA aja kagak, apalagi guru SMP euy.
Kemudian, beberapa waktu setelah memohon doa dari guru SMP, grup ini masih tetap bertahan di HP-ku. Nggak masalah, sih. Aku juga bukan tipe orang yang leave group duluan. Jadi, kutinggal makan bakpao aja.

Suatu ketika, malam yang biasanya kuhabiskan di tempat les, apalagi mendekati tanggal UN, saat itu teman-teman SMP-ku ini sedang sibuk membicarakan tentang kunci jawaban. Oh, yeah! Dengan sabar dan hati-hati, kubaca satu persatu obrolan mereka. Ternyata, salah seorang temanku ada yang punya kunci jawabannya. Dia meminta masing-masing orang untuk menyebutkan jurusan yang kita ambil. Sementara yang lain menyebutkan nama jurusan mereka, aku masih sibuk menyimak. Setelah selesai membaca, kuputuskan untuk mengetik nama jurusanku juga di grup.

"IPA".

Hmm.. Teman-teman SMP-ku mengenal aku sebagai seorang nerd yang nggak banyak omong dan selalu mengerjakan ujian dengan jujur. Jadi, kutambahkan beberapa kata setelahnya.

"Buat apa ya? Hehe", dengan polosnya.

Dan tentu saja, nggak ada tanggapan. Teman-teman lain masih melanjutkan kegiatan penyebutan jurusan.

Pastilah untuk seorang Kennice yang dikenal nerd, nggak akan bergantung pada kunci jawaban yang katanya akan dikirim itu. Jadi, aku tetap melanjutkan kegiatan belajarku setelahnya.
Hari demi hari berlalu, nampaknya kabar tentang temanku yang punya kunci jawaban itu hanya omong kosong belaka. Aku tidak tahu. Karena tidak seorang pun mengirimi aku kunci jawabannya *ngarep*.

Source: id.pinterest.com
Tibalah tanggal 13 April 2015, dimana aku bangun pagi-pagi sekali. Mempersiapkan segala sesuatunya, dan menenangkan hatiku. Terbayang wajah-wajah yang mungkin akan menjadi pengawas di kelas nanti. Duh, makin dibayangin, makin mual. Eh, bukan bermaksud kenapa-kenapa, ya. Aku memang gampang bermasalah dengan perut kalau gugup. Daripada entar pas ujian musti bolak-balik toilet, waktu ujianku jadi kepake sepertiga buat di toilet. Daftar nama siswa yang ke toilet pun bakal penuh dengan namaku. Kan boros kertas. Save the earth. Jadi nggak boros tissue juga, kan.

Alright, back to the topic. Pagi-pagi, aku membuka buku kimiaku lagi. Mengulang beberapa rumus supaya terukir dengan benar di otak, dan juga membaca sekilas buku Bahasa Indonesiaku. Aku nggak tahu apa yang mau kupelajari, pokoknya, buka aja bukunya, terus makan bakpao.
Setelah perut terisi, dan siap maju ke medan perang, aku meraih tas dan kumasukkan buku-buku yang perlu kupelajari lagi nanti saat istirahat.

Tik. Tok. Tik. Tok.

Tibalah saat yang bikin aku mual mendebarkan. Pengawas wanita itu mulai menyerahkan soal pada tiap murid. Kukerjakan satu-persatu serangkaian pertaanyaan di buku soal itu. Banyak pertanyaan yang ambigu, membuatku sulit memilih dan bertanya-tanya, yang mana jawaban yang tepat. But in the end, I chose by heart. Nggak kuat mikir lagi cuy.

Bel tanda ujian telah berakhir sudah dibunyikan. Aku segera meletakkan lembar jawaban di atas buku soal tadi. Kemudian, kutinggalkan ruang kelas penuh hawa gelap itu.

Kubuka HP-ku, untuk sekedar refreshing. Kulihat ada notifikasi di grup SMP-ku, dan anjayyyy... Ada salah seorang temanku yang lain, membagikan soal Bahasa Indonesia yang baru saja kukerjakan. Nggak sepenuhnya sama, sih. Tapi beberapa nomor sama persis, yaelah... Nyesel gua nggak buka HP pagi ini. Padahal temanku ini sudah membagikannya sejak jam 5 tadi. Terus kulampiaskan dengan minta mama beliin bakpao 10 kilo, deh.

Setelah UN usai, beberapa minggu setelahnya, terdengar kabar bahwa UN akan diulang. OH. MAY. GOD. Aku hampir angkat tangan sama ijazah SMA-ku. Padahal udah selesai ujian, eh, tahu-tahu disuruh belajar lagi. Apalagi tragedi bocoran soal yang mengenaskan itu... Aku nggak mau. Pokoknya nggak mau mengulangi kepahitan yang sama. Terus buat apa aku belajar saat itu, kalau ternyata disuruh ngulang lagi? Ngenes coeg, kalo terjadi beneran. Untungnya enggak.

Setelah hampir satu tahun berlalu, aku jadi geli sendiri. Kenapa aku ngarep sama kunci jawaban yang nggak pasti bener atau nggak coba? Terus, kalau dipikir-pikir, usaha sendiri rasanya bakal lebih berarti. Beneran. Banyak soal UN yang aku nggak begitu mengerti cara mengerjakannya, tapi akhirnya, lulus juga (untungnya). Memang sih, berasa payah banget pas UN, udah tiga tahun sekolah di jenjang SMA, tapi masih ada soal sejenis yang nggak bisa kukerjakan. Harusnya aku latihan lebih banyak, cari tahu secara lebih medalam tentang bab yang aku nggak paham. Karena di sekolah, guru-guru hanya akan mengajarkan dasar-dasar dari sebuah pelajaran pada umumnya. Nggak dijelasin kan, dimana bisa dikasih nama Ohm, siapa penemu Polonium, dan lain-lain. Semua itu, kalau dipelajari lebih dalam, pasti ada asal-usulnya. Dan dengan mempelajarinya lebih dalam, kalian pun bisa menumbuhkan rasa kecintaan kalian dengan pelajaran tersebut. Dan dengan tumbuhnya kecintaan itu, bangkitlah rasa ingin tahu dan mempelajari pelajaran itu. FYI, ini terbukti buat gue sekarang.

Source: pak-anang.blogspot.com

Nah, untuk adik-adik *ciyeilah* yang sedang menghadapi UN 2016, GUE TAU LU LAGI CARI BOCORAN LEWAT LINE. Gue tau, UN memang mungkin nggak bakal segampang seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi dengan cari bocoran, bakal kamu jawab apa nanti kalo anak lu sendiri tanya, "Mah/Pah, dulu kalo UN belajarnya gimana?", "Oh, dulu mamah/papah nggak belajar, soalnya temen-temen pada pake bocoran. Kamu mau? Ntar mamah/papah beliin bocoran," nah lo. Ribet cuy.
Jadi, nggak usah fokus cari bocoran sana-sini. Fokusin aja ke pelajaran. Biarpun gagal, setidaknya, itu usahamu. Nggak lulus bukan berarti akhir dari hidupmu, kok.
Cheer up buat semua yang mau berupaya jujur di UN 2016!!


Masih mau baca artikel bertema school life? Dari tips untuk meroketkan nilai, motivasi untuk mendapatkan nilai baik, quotes untuk pelajar, sampai pengalamanku sebagai mahasiswa di negeri orang, bisa kamu baca semuanya di sini.

Oh, ya.. Gue sekarang main Ask.fm nih! Boleh difollow: @kennicesetiadi :D







Comments

Popular posts from this blog

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d

Day 29: Who and What Adds Meaning

Who and what adds meaning to your life. Agustus, 2023 Tentunya sulit untuk menunjuk hanya satu orang saja. Orang-orang disekitarku selalu menambah meaning dalam hidupku. Sebagian besar datang dan pergi, terkadang kembali, kemudian hilang lagi. Apalagi semakin dewasa dan bertambah usia, sepertinya teman-teman semakin punya kesibukan. Termasuk aku sendiri. Jadi ujung-ujungnya hanya menyapa tipis-tipis di media sosial. Tapi nggak apa-apa, meskipun begitu, aku percaya setiap orang memiliki “fungsi”-nya masing-masing dalam hidupku. Mungkin aku nggak sadar makna kehadirannya pada waktu itu dan baru ngeh setelah beberapa tahun berlalu, atau mungkin saat ini sudah nggak ngobrol, tapi masih terkadang kontakan sedikit-sedikit. Ada banyak faktor yang menentukan peran seseorang dalam hidupku. Jadi, jika ditanya ‘siapa’, tentunya tergantung dari musim hidup yang sedang kujalani. Setiap musim, pemerannya berbeda-beda. Aku hampir selalu belajar sesuatu dari setiap orang yang kutemui, dan sedikit demi

Terus dan terus.

Kemana hidup ini harus kubawa? Kekecewaan datang dan pergi. Begitu pula kecintaan. Yang mana yang harus kupercaya? Ada keputusan, ada ketakutan. Ada komitmen, ada kebingungan. Dimana ada harapan, disitu ada kekecewaan. Dimana ada tekad, disitu ada godaan. Dimana ada kekecewaan, disitu ada harapan. Akankah aku bertahan? Berapa lama harus aku bertahan? Berapa lama harus aku percaya? Tujuh kali tujuh ratus tujuh puluh tujuh? Sampai jelas. Sampai mati dan hidup lagi. Sampai nyata.