Skip to main content

Day 11: Biggest Lesson I Learned Till Now

 What is the biggest lesson you learned till now?

Dulunya kupikir, jujur adalah sebuah tindakan dimana kita sekedar menyatakan kebenaran. Padahal, kebenaran menurut sisi A, belum tentu sama dengan kebenaran menurut sisi B. Jadi, yang manakah kebenaran yang mutlak? Apakah kejujuran semata-mata berdasarkan kebenaran objektif?

Kupikir, jujur adalah sebuah tindakan yang konsisten, dimana kita menyatakan hal yang sama, di depan orang maupun di belakang orang. Either at your convenience or at your inconvenience. Tapi, ternyata orang menyebut tindakan itu sebagai "integritas".

Kupikir, jujur hanyalah sekedar tindakan inisiatif dari dalam keluar. But little did I know that kejujuran juga membawa nilai hati nurani. Jika aku berbohong, efeknya juga terasa dari dalam.

Kupikir, jujur hanyalah menjawab sebuah pertanyaan dengan sebuah kebenaran, namun, apakah dengan tidak menyatakan sesuatu — yang kita tahu sebuah hal itu yang patut diketahui oleh orang yang penting dalam hidup kita — juga berarti sebuah kejujuran? Atau keterbukaan?

Haruskah kita menyatakan sesuatu dengan jujur, ketika orang menanyakan kebenaran dari kita? Atau lebih baik kita bersikap terbuka dari awal, tanpa dipertanyakan terlebih dahulu?

Jika kita tidak bersikap terbuka, apakah kita sudah cukup jujur menjalani hidup ini?

Honesty goes a long way.

Itu pelajaran terbesar yang aku dapatkan dari sepanjang aku hidup. Buah-buah kejujuran ada banyak dan tertanam dalam keseharian kita. Kejujuran tidak hanya sekedar sebuah tindakan, tapi juga gaya hidup dan bahkan bisa jadi sebuah prinsip.

Misalnya, dari bersikap jujur, muncullah integritas. Dari integritas, kita bisa melihat sesama kita juga. Kita bisa menilai teman-teman kita yang tulus, maupun yang (sadly) kurang tulus. Kemudian dengan memiliki integritas, kita juga memiliki kemampuan untuk jujur terhadap diri sendiri.

Tidak sampai disitu, menjadi jujur dengan diri sendiri berarti kita melatih hati kita untuk berbesar hati menerima segala perasaan atau segala kenyataan juga. Misalnya, kita bisa menerima fakta bahwa tidak semua orang menyukai kita. Dan dari situ timbullah pemikiran lain. Kita tidak lagi terlalu memusingkan orang yang tidak menyukai kita. Kita tidak keberatan jika ada orang-orang yang tidak memiliki integritas, membenci kita. Karena kita tahu bahwa hati kita lebih menghargai orang-orang yang memiliki integritas. Kita lebih menghargai pendapat sahabat-sahabat dan orang-orang yang bisa bertindak jujur. Karena perkataan mereka dapat dipertanggung jawabkan. Pernyataan mereka nyata nilainya.

Honesty goes a long way.


*.*.*

Jika kamu mau tahu lebih lanjut tentang 30 Day Writing Challenge yang aku jalani saat ini, kamu bisa klik link ini ya.





Comments

Popular posts from this blog

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d

Digital Painting di Kala Liburan

Malam yang menyejukkan hati, membuat mood ku menjadi baik. Aku segera membuka laptop ku, dan memulai proses pengeditan gambarku. Saat itu, aku sedang sibuk menyelesaikan challenge yang kuterima sejak sekitar sepuluh bulan yang lalu. Hari itu, akhirnya kulaksanakan juga challenge  nya. Jadi begini, challenge  nya itu dengan memajang foto semacam ini: Bukan gambar saya :) Nah, setelah memajang gambar itu di Instagram , tetapkanlah misalnya, tiga hari untuk mendapat jumlah likes . Jumlah likes  yang didapat, menentukan jumlah anak ayam yang harus digambar. Saat itu aku menetapkan tenggat waktu tiga hari. Hari pertama, aku mendapatkan 66 likes . Wah, lumayan juga, nih.. Pikirku. Hari kedua, bertambah menjadi 86 likes . Dan hari terakhir, entah mengapa, jumlahnya bisa tepat 100 likes ! Yay! Setelah tenggat waktu habis, likes  yang muncul setelah itu tidak akan dihitung. Jadi, aku harus menggambar seorang karakter dengan 100 anak ayam di sekelilingnya. Hasil sketsa. Pros

Misi Mau Update Blog Lagi

Yup, ini blog udah kaya proyek mangkrak. Nggak terasa udah tiga tahun lebih aku nggak posting. Kadang pengen posting tapi takut yang diposting nggak berfaedah. Tapi bukannya tujuan blog buat itu ya? Untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, apa yang dialami. Menulis bukan sekedar media berbahasa, tapi untuk mengenali diri lebih jauh, tanpa berpikir terlalu panjang tentang apa yang ingin diungkapkan. Menurutku, rajin nulis blog itu seperti layaknya streamers . Sisi kehidupanmu sehari-hari, menjadi terekspos di dunia maya. Bukan seperti penulis yang memang memiliki tujuan untuk menyelesaikan sebuah artikel sains, atau penulis cerita novel, atau penulis-penulis lain yang memiliki fokus. Bagiku, penulis blog mirip seperti seorang streamer . Mereka mendokumentasikan kegiatannya sehari-hari, tapi bukan diari. Mereka dapat berinteraksi dengan orang-orang yang membaca atau menonton kegiatan mereka sehari-hari, dan bertumbuh bersama para pembaca/penonton. Bukan. Aku bukan seorang blogger. Update