Skip to main content

Day 13: Three Most Important People that I’ve Ever Met

Write about the three most important people you’ve ever met.

Lagi-lagi setelah berpikir lama, dari semua orang-orang yang memiliki pengaruh dalam hidupku, sepertinya cukup menantang untuk menciutkan hanya dalam tiga orang saja. Tapi aku akan mencoba. Tiga orang (yang bukan keluargaku) yang menurutku memiliki pengaruh besar dalam hidupku dan pernah kutemui:


Pak Pambudi, guru sekolah saat SMA

(Sudah mencari-cari fotonya tapi ternyata aku gak pernah foto bareng Pak Pam ini. No hoax, tapi maaf no photo ya)

Ada banyak guru-guru asik saat aku sekolah, tapi buatku, yang paling berbekas pengajarannya adalah Pak Pambudi. Saat sekolah dulu, mata pelajaran yang dia ajarkan adalah Pendidikan Religiusitas. Uniknya, selama aku bersekolah di sekolah-sekolah Katolik, baru kali ini ada sekolah yang memberikan mata pelajaran yang bukan menekankan Katolik saja, tapi juga pemahaman tentang agama-agama lain yang dianut di Indonesia. Aku ingat sekali awal mula pengajaran beliau, dia meminta masing-masing orang untuk merangkum pembelajaran tentang kepercayaan-kepercayaan yang ada di Indonesia. Tentang sejarahnya, tentang kepercayaan yang dianut agama tersebut, dan lain-lain. Aku menikmati proses pengerjaannya. Beliau membantu murid-muridnya untuk membuka pikiran kita tentang kepercayaan lain selain katolik, meskipun dirinya sebenarnya adalah mantan calon romo. Tapi dia memutuskan untuk tidak melanjutkan karena dia sadar akan panggilannya untuk berkeluarga, bukan untuk hidup menggereja.

Beliau juga sering menceritakan tentang kisah-kisah kehidupannya dan nilai-nilai yang dia ambil dari berbagai pengalamannya, dan yang paling membuatku heran, beliau ini nampaknya kaya nggak ada kekhawatiran dihakimi orang ketika bercerita tentang kisahnya. Meskipun kisah-kisah yang dibawa juga ada yang menurutku memalukan untuk diungkapkan di depan umum. Apalagi pendengarnya adalah anak didiknya. Tapi aku selalu melihat kedamaian dari sikap beliau. Nyantai aja gitu bawaannya, tapi bisa tegas juga.

Beliau mengajarkanku untuk bersikap jujur dan menjadi nyaman dengan diri sendiri, dengan segala kekurangan dan kelemahan kita.


Kevin Anggara, seorang content creator yang pernah kutemui

Back in 2015. Kevin Anggara yang di kanan.

Jujur, aku nggak ingat pertama kalinya mendengar tentang Kevin Anggara dari siapa atau dari mana. Tapi yang kuingat, aku sangat tertarik dengan karya-karyanya dari SMA. Saat itu aku sudah memiliki blog ini, dan aku juga mengikuti blog-nya Kevin. Kebetulan setelah dia merilis buku, dia mengadakan sebuah kompetisi untuk ikut kelas membuat video bersama Kevin sendiri. Jadi aku mengikuti kompetisi itu dengan menulis sebuah ide video yang ingin digarap, jika aku memenangkannya. Dan ternyata, aku menjadi salah satu pemenang terpilih. Kamu bisa membaca pengalamanku lebih lanjut di sini.

Kevin Anggara menjadi orang yang berpengaruh dalam hidupku karena bagiku, dia semacam tanda bahwa ternyata aku bisa loh menggapai mimpi satu persatu. Ternyata aku bisa ketemu dengan panutanku di dunia nyata, dengan usahaku sendiri. Meskipun ada yang bilang, “never meet your heroes”, karena banyak orang yang malah kecewa setelah mereka bertemu dengan idola mereka (setelah melihat perilaku idolanya di dunia nyata, misalnya). But hey, ternyata buatku malah itu adalah baik. Mungkin karena aku sendiri sudah mengatur ekspektasi dari awal. Aku paham Kevin juga manusia, tapi justru itu aku menjadi termotivasi. Aku berpikir bahwa ternyata aku-pun sebenarnya memiliki kesempatan yang sama dengan idolaku, karena kita sama-sama hanyalah manusia biasa. Pengalaman bertemu Kevin justru memberiku semangat dan tentunya sangat berkesan hingga saat ini.


Vincent, si mas patjar

Jakarta, 2022

Ini dia yang sebenarnya di tingkat teratas. Orang yang sangat suportif dan sabar terhadapku selama kurang lebih sudah sekitar tujuh tahun sejak pertama kali kenalan (iya, dari awal sejak sebelum jadian pun memang dia sudah sabar-sabarin ketika berhadapan dengan seorang Kennice yang pertanyaannya banyak dan ngomelnya pun banyak). Tapi nggak hanya itu. Doi ini ibaratnya seperti kaca spion. Aku punya ide untuk mengarah ke sebuah tujuan, tapi peran doi selalu menjadi spionku supaya aku nggak cuma melihat kearah depan saja, tapi juga mempertimbangkan kondisi bagian kanan, kiri, dan belakangku. Dia dapat selalu memberikan perspektif yang tidak dapat aku lihat dengan pemikiranku sendiri.

Menurutku, Vincent adalah orang dengan cara pikir yang sangat logis, jadi dia dapat mengimbangi kepribadianku yang cenderung mengandalkan perasaan/emosi. Karena perbedaan ini, justru kita bisa saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain.


*.*.*

Jika kamu mau tahu lebih lanjut tentang 30 Day Writing Challenge yang aku jalani saat ini, kamu bisa klik link ini ya.




Comments

Popular posts from this blog

Suka Duka Anak Kos

Anak kos. Pasti banyak diatara kamu yang ngekos di kota atau negeri lain. Entah untuk SMA, atau perguruan tinggi. Hari ini, aku mau membahas suka-dukaku jadi mahasiswi di negeri lain, dalam hal tinggal sebagai anak kos. Untuk memulainya, kuceritakan terlebih dahulu gambaran tentang kos-kosan ku. Aku tinggal di sebuah apartemen di daerah Novena. Sekitar 8-10 menit berjalan kaki dari stasiun MRT. Disini, aku menyewa sebuah kamar untuk kutinggali sendiri. Tidak ada tuan rumah, hanya ada teman-teman serumah. Tapi sekitar tiga hari sekali, akan ada pembantu yang membersihkan rumah dan mengurus cucian baju. Nah, teman-teman serumahku ini ada yang berasal dari sesama Indonesia, ada juga yang dari Filipina. Karena akomodasi di Singapura lumayan mahal, apalagi daerah Novena, jadi aku menyewa kamar yang tidak ada WC-nya. Alias berbagi WC dengan teman serumah. Nah, mari kita mulai. Lagi asyik-asyiknya ngerjain tugas, tiba-tiba mesin cucinya berbunyi. Menandakan bahwa cucian telah selesai d

Digital Painting di Kala Liburan

Malam yang menyejukkan hati, membuat mood ku menjadi baik. Aku segera membuka laptop ku, dan memulai proses pengeditan gambarku. Saat itu, aku sedang sibuk menyelesaikan challenge yang kuterima sejak sekitar sepuluh bulan yang lalu. Hari itu, akhirnya kulaksanakan juga challenge  nya. Jadi begini, challenge  nya itu dengan memajang foto semacam ini: Bukan gambar saya :) Nah, setelah memajang gambar itu di Instagram , tetapkanlah misalnya, tiga hari untuk mendapat jumlah likes . Jumlah likes  yang didapat, menentukan jumlah anak ayam yang harus digambar. Saat itu aku menetapkan tenggat waktu tiga hari. Hari pertama, aku mendapatkan 66 likes . Wah, lumayan juga, nih.. Pikirku. Hari kedua, bertambah menjadi 86 likes . Dan hari terakhir, entah mengapa, jumlahnya bisa tepat 100 likes ! Yay! Setelah tenggat waktu habis, likes  yang muncul setelah itu tidak akan dihitung. Jadi, aku harus menggambar seorang karakter dengan 100 anak ayam di sekelilingnya. Hasil sketsa. Pros

Misi Mau Update Blog Lagi

Yup, ini blog udah kaya proyek mangkrak. Nggak terasa udah tiga tahun lebih aku nggak posting. Kadang pengen posting tapi takut yang diposting nggak berfaedah. Tapi bukannya tujuan blog buat itu ya? Untuk mengungkapkan apa yang dirasakan, apa yang dialami. Menulis bukan sekedar media berbahasa, tapi untuk mengenali diri lebih jauh, tanpa berpikir terlalu panjang tentang apa yang ingin diungkapkan. Menurutku, rajin nulis blog itu seperti layaknya streamers . Sisi kehidupanmu sehari-hari, menjadi terekspos di dunia maya. Bukan seperti penulis yang memang memiliki tujuan untuk menyelesaikan sebuah artikel sains, atau penulis cerita novel, atau penulis-penulis lain yang memiliki fokus. Bagiku, penulis blog mirip seperti seorang streamer . Mereka mendokumentasikan kegiatannya sehari-hari, tapi bukan diari. Mereka dapat berinteraksi dengan orang-orang yang membaca atau menonton kegiatan mereka sehari-hari, dan bertumbuh bersama para pembaca/penonton. Bukan. Aku bukan seorang blogger. Update